Potensi nematoda entomopatogen sebagai agensia pengendalian hayati hama serangga

Penulis: Sukirno

Laboratorium Entomologi Fakultas Biologi UGM

Gambar. Steinernema carpocapsae entomopathogen pada beberapa jenis hama serangga (Gambar diambil dari http://www.nuetzlinge.de)

Selain harganya mahal, penggunaan insektisida kimia dikenal menyebabkan dampak negatif untuk kesehatan dan kualitas lingkungan. Untuk mengurangi ketergantungan dan dampak penggunaan insektisida kimia, pemerintah telah mencanangkan teknologi pengendalian hama terpadu (PHT) melalui peraturan pemerintah No. 6 tahun 1995 tentang perlindungan tanaman, UU No. 12 tahun1992 tentang sistem budidaya tanaman, dan keputusan menteri pertanian No. 887/ Kpts/ OT/ 9/ 1997 tentang pedoman pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) (Setiawati dkk. 2004). Salahsatu komponen PHT adalah pengendalian hama secara hayati menggunakan musuh alami (parasit dan predator) dan patogen (virus, jamur, dan bakteri serta nematoda entomopatogen). Nematoda entomopatogen membunuh hama serangga karena berperan sebagai endoparasit, khususnya pada dinding usus, tubulus malphigi, ovarium dan hemocoel.

Keunggulan nematoda sebagai agensia pengendalian secara hayati yaitu:

  1. Mempunyai kemampuan aktif untuk menemukan inang
  2. Bersifat selektif pada jenis serangga tertentu
  3. Mampu membunuh inang dalam waktu yang relatif singkat (< 24 jam)
  4. Dapat digunakan secara sinergistik dengan insektisida
  5. Mudah untuk dikembangkan secara massal
  6. Aman bagi organisme non target dan lingkungan

Nematoda khususnya yang termasuk dalam Famili Steinernematidae dan Heterorhabditidae mampu membunuh inang dalam waktu yang singkat karena bersimbiosis mutualisme dengan masing-masing bakteri Xenorabdus dan Protorhabdus (Hall and Menn 1984). Walaupun nematoda merupakan hewan yang hidup di dalam tanah, namun sangat efektif untuk pengendalian hama penggerek daun, batang dan defoliator (Gaugler and kaya 1990), misalnya untuk penggerek buah kakao (Conopomorpha cramella) (Rosmana 2000) yang dapat menurunkan intensitas kerusakan hingga 100% dan hama tanaman sayuran: Spodoptera exigua Hubner (Wagiman dkk 2003), Plutella xylostella L. (Oktarina 2006).

Isolasi dan perbanyakan nematoda entomopatogen dapat dilakukan dengan menggunakan metode perangkap menggunakan serangga sebagai atraktan, misalnya ngengat malam lebah (Galleria mellonella) dan kumbang molitor (Tenebrio molitor) (Dutky et al. 1964) atau menggunakan pupa ulat sutera atakas (Attacus atlas L.) (Dewi 2006) dan ulat bambu (Tirathaba rufivena W.) (Palupi 2008; Prabowo 2007). Dari total 106 titik sampling dari sampel tanah di Bantul, Sleman, Kulon Progo dan Klaten, sebanyak 54 isolat nematoda entomopatogen dari Genus Steinernema telah berhasil diisolasi dengan memanfaatkan pupa ulat sutera atakas (Attacus atlas L.) sebagai perangkap.

Pustaka

Dewi, S. 2006. Isolasi dan identifikasi nematoda patogen serangga dari DIY dan Klaten dengan perangkap pupa Attacus atlas L. (Lepidoptera: Saturniidae). Skripsi Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Dutky, S.R., Thompson, J.V. and Cantwell, G.E., 1964. A technique for the mass propagation of the DD-136 nematode. Journal of Insect Physiology6(4): 417-422.

Gaugler, R. H. and K. Kaya. 1990. Entomopathogenic nematode in biological control. CRC Press. Boca Raton, Ann Arbor. Boston. p 356.

Hall, F. R. and J. J. Menn. 1984. Methods in biotechnology, biopesticides, use and delivery. Humana Press. Totowa. New Jersey. pp: 271 – 282.

Oktarina, D. 2006. Uji patogenisitas nematoda parasit serangga yang diisolasi dengan pupa Attacus atlas l. (Lepidoptera: Saturniidae) terhadap pupa ulat kobis Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae) pada skala laboratorium. Skripsi Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Palupi, M. H. 2008. Kulaitas nematoda patogen serangga Steinernema spp. isolat 30, 43, dan 45 yang dikekmbangbiakan pada ulat hongkong Tenebrio molitor  (Coleoptera: Tenebrionidae) dan ulat bambu Tirathaba rufivena (Lepidoptera: Pyralidae). Skripsi Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Prabowo, H. 2007. Kuantitas dan kualitas produksi nematoda patogen serangga pada larva Tenebrio molitor  (Coleoptera: Tenebrionidae) dan Tirathaba rufivena (Lepidoptera: Pyralidae) Skripsi Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Rosmana, A., S. Sjam, dan Muhtar. 2000. Potensi Steinernema carpocapsae isolat Sulawesi Selatan dalam formulasi spon untuk mengendalikan penggerek buah kakao Conopomorpha cramella. Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi Pertanian. Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia. Yogyakarta. pp: 199 – 203.

Setiawati, W., T. S. Uhan, dan B. K. Udiarto. 2004. Pemanfaatan musuh alami dalam pengendalian hayati hama pada tanaman sayuran. Monografi No. 24. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. pp: 1-7, 28 – 30.

Wagiman, F.X., B. Triman, dan Rr. S. Astuti. 2003. Keefektifan Steinernema spp. terhadap Spodoptera exigua. Jurnal Perlindungan tanaman Indonesia. 9 (1): 31 – 42.

 

Potensi nukleopolyhedrovirus endogenik Indonesia sebagai agensia pengendalian hayati ulat grayak (Spodoptera litura Fab.)

Penulis: Sukirno

Laboratorium Entomologi Fakultas Biologi UGM

Gambar. Struktur diagramatic nuckleopolihedrovirus (https://en.wikipedia.org/wiki/Baculoviridae)

Nukleopolyhedrovirus (NPV) adalah salahsatu baculovirus anggota Famili Baculoviridae yang menginfeksi Ordo Lepidoptera (86%), Hymenoptera (7%), dan Diptera (3%) (Untung 1993). NPV memiliki badan inklusi yang terdiri dari matriks protein berbentuk amorf dan bersegi banyak (polihedral) dan berdiameter 0,05 – 15 mikrometer (Maddox 1975). Di dalam badan inklusi atau juga disebut badan oklusi terdapat nukleokapsid dalam virion yang berbentuk tubuler sepanjang 336 mikrometer dan berdiameter 62 mikrometer. Virion dibungkus oleh membran (envelope) dan dalam satu virion bisa terdapat satu atau lebih nukleokapsid (Tanada and Kaya 1993).

Baculovirus membunuh inang dengan mekanisme sebagai berikut:

  1. Baculovirus masuk ke dalam tubuh serangga melalui makanan yang terkontaminasi.
  2. Di dalam usus tengah protein baculovirus pada kondisi pH rendah menyebabkan dinding usus tengah mengalami lisis dan matriks virus masuk melalui membran peritropik dan ikut sistem sirkulasi cairan hemolimfe. Pada tahap ini dinding usus larva telah rusak sehingga larva. berhenti makan dan mencari tempat pada substrat yang terbuka (daerah pucuk tanaman).
  3. Di dalam hemolimfe dan sel-sel tubuh, virus bereplikasi dan menyebabkan sel-sel lisis sehingga larva yang terinfeksi menjadi fragile (mudah pecah) dan akhirnya mati.
  4. Virus yang keluar dari dalam tubuh larva terinfeksi dapat mengkontaminasi pakan dan menyebabkan reinfeksi pada individu lain.

Beberapa isolat baculovirus telah diisolasi dari larva ulat grayak yang berasal dari Tawang Mangu (sebanyak 2 isolat), Palu (sebanyak 2 isolat), Kopeng (sebanyak 1 isolat) dan Manado (sebanyak 1 isolat). Dari isolat ini kemudian patogenisitas diuji pada skala laboratorium, skala rumah kaca, hingga skala lapang terbatas dengan menggunakan tanaman tembakau.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa baculovirus isolat Tawang Mangu (TM-7) dan Kopeng (K -9) adalah isolat yang paling patogen dan sebanding dengan C-klasik yang digunakan sebagai kontrol positif. Data persistensi menunjukkan bahwa TM -7 dan K -9 masih dapat menyebabkan kematian lebih dari 40% hingga hari ke-10 setelah aplikasi. Persistensi ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan menggunakan profenofos (13%). Pada uji skala lapang terbatas, data menunjukkan bahwa isolat baculovirus endogenik Indonesia tersebut dapat melindungi daun tembakau dari kerusakan yang disebabkan oleh ulat grayak, dan daya proteksinya dapat disejajarkan dengan insektisida profenofos.

Studi perbanyakan isolat K-9 dilakukan untuk menghitung jumlah larva terinfeksi NPV yang ekuivalen yang dibutuhkan untuk aplikasi pengendalian ulat grayak pada tanaman tembakau sebanyak 1 hektar. Dengan asumsi bahwa dosis efektif untuk pengendalian ulat grayak dengan TM-7 adalah sebesar 1,2 x 10^11 PIB, maka diperlukan sebanyak 322 larva instar IV.

Penggunaan baculovirus memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan penggunaan insektisida kimia, yaitu:

  1. Aman, ramah lingkungan, dan tidak menimbulkan residu di lingkungan dan produk.
  2. Memiliki spektrum yang relatif sempit sehingga memiliki resiko yang rendah untuk meracuni organisme lain.
  3. Mempunyai daya persistensi dan mampu bereplikasi di lingkungan sehingga memiliki daya reinfeksi terhadap individu lain.

Sumber pustaka

Astuti, A. T. 2007. Uji patogenisitas isolat Spodoptera litura multiplenucleopolyhedrovirus (SpltMNPV) pada ulat grayak, Spodoptera litura Fab. di laboratorium. Skripsi Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Madox, J. V. 1975. Use of insect pathogen in pest management. In Metcalf, R.L. and W. H. Luckmann (Eds.) Introduction to insect pest management. 2nd ed. John Wiley & Sons. New York.

Mayawardhani, U. 2006. Persistensi Spodoptera litura multiplenucleopolyhedrovirus (SpltMNPV) isolat K-9 dan TM-7 endogen Indonesia pada tanaman tembakau di rumah kasa.  Skripsi Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sari, E. K. 2006. Uji efikasi Spodoptera litura multiplenucleopolyhedrovirus (SpltMNPV) isolat K-9 dan TM-7 endogen Indonesia terhadap ulat grayak, Spodoptera litura Fab. (Lepidoptera: Noctuidae) pada tanaman tembakau di lapang. Skripsi Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Untung, K. 1993. Pengantar pengelolaan hama terpadu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tanada, Y. and H. K. Kaya. 1993. Insect pathology. Academic press. San Diego. California.

Wahyuningsih, S. 2006. Perbanyakan Spodoptera litura multiplenucleopolyhedrovirus (SpltMNPV) isolat K-9  menggunakan ulat grayak,  Spodoptera litura Fab. (Lepidoptera: Noctuidae) dan penentuan ekuivalen larva pada pertanaman tembakau. Skripsi Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

 

Mari mengenal serangga entomofaga: parasitoid dan predator

Penulis: Sukirno

Laboratorium Entomologi Fakultas Biologi UGM

Selain patogen (bakteri, virus, dan fungi), agensia hayati yang dapat dimanfaatkan sebagai pengendali hama serangga adalah serangga entomofaga (entomophagous insects). Serangga entomofaga adalah serangga yang hidup dengan memakan serangga lain. Serangga golongan ini dapat dibagi menjadi dua yaitu:

  1. Parasitoid

Serangga parasitoid adalah serangga yang sebagian siklus hidupnya memparasiti serangga yang lain untuk dapat tumbuh dan berkembang hingga stadium tertentu. Selama menjadi parasit, serangga ini memperoleh sumber makanan dari inangnya dan akhirnya inang akan mati ketika parasitoid keluar, untuk menuju stadium berikutnya, dari dalam tubuh inang. Parasitoid dibedakan dengan istilah parasit. Parasitoid menyebabkan kematian pada inang, sedangkan parasitoid tidak menyebabkan kematian pada inangnya.

Serangga parasitoid yang banyak dikenal antara lain:

  • Ordo Hymenoptera: Familia Ichneumonidae, Braconidae, Trichogrammatidae, Scoliidae, Aphelinidae, Chalcididae.
  • Ordo Diptera: Familia Tabaniidae, Sarcophagidae, Tachinidae,  Pipunculidae, Conopidae, dan  Phoridae.
  • Ordo Coleoptera: Familia Ripiphoridae dan Rhipiceridae.

2. Predator

Serangga predator adalah serangga yang memperoleh makanannya dengan memangsa serangga lain. Serangga yang banyak dikenal sebagai predator antara lain:

  • Ordo Hymenoptera: Beberapa anggota Familia Sphecidae, Pompilidae, Formicidae, Vespidae
  • Ordo Diptera: Asilidae (lalat perampok), Cecidomyiidae
  • Ordo Coleoptera (kumbang, kumbang koksi): Beberapa anggota Familia Carabidae, Coccinellidae,

    Staphylinidae, Scarabaeidae, Derodontidae

  • Ordo Neuroptera: Myrmeleontidae, Chrysopidae, Hemerobiidae, Sialidae, Osmylidae, Mantispidae, Ithonidae, Ascalaphidae, Nymphidae

  • Ordo Hemiptera: Beberapa anggota Familia Pentatomidae; beberapa Hemiptera air seperti: Nepidae, Naucoridae, Notonectidae, Gerridae; Nabidae, Lygaeidae, Anthocoridae.
  • Ordo Odonata (capung): hingga saat ini semua anggota ordo serangga ini berperan sebagai predator pada stadium pradewasa dan stadium dewasa.
  • Ordo Mantodea (belalang sembah): hingga saat ini semua anggota ordo serangga ini berperan sebagai predator yaitu Mantidae, Acanthopidae, Amorphoscelididae, Chaeteessidae, Empusidae, Eremiaphilidae, Hymenopodidae, Iridopterygidae, Liturgusidae, Mantoididae, Metallyticidae, Sibyllidae, Tarachodidae, Thespidae, dan  Toxoderidae
  • Orthoptera: Beberapa anggota Familia Tettigoniidae (belalang katidid)

Yuuk kita mengenal lalat buah (Bactrocera carambolae) serangga hama pada buah-buahan

Penulis: Sukirno

Laboratorium Entomologi Fakultas Biologi UGM

Lalat buah (Bactrocera carambolae) merupakan salah satu serangga yang berpotensi sebagai hama utama berbagai jenis buah seperti belimbing, jambu-jambuan, mangga, nangka, dll. serta produk pertaniah lain seperti cabe, terung-terungan, dan tomat. Hama serangga ini adalah salah satu serangga yang sulit untuk dikendalikan walaupun dengan menggunakan insektisida. Hal ini dikarenakan fase ulat lalat buah hidup dengan memakan bagian dalam buah sehingga aplikasi insektisida menjadi tidak efektif karena tidak mampu menjangkau keberadaan ulat.

Gambar. Larva lalat buah di dalam buah (Gambar diambil dari www.ipmimages.org)

Metode pengendalian yang dapat digunakan adalah dengan memanfaatkan musuh alami berupa parasitoid, misal Trichogramma spp. Serangga parasitoid mampu menjadi agensia pengendali hama yang efektif karena mempunyai kemampuan mencari inang, dan mampu menginfeksikan telurnya ke tubuh inang, atau meletakkan telur dekat dengan posisi inang, walaupun tersembunyi dalam buah. Telur parasitoid kemudian akan menetas dan tumbuh berkembang dalam tubuh inang hingga fase pra-pupa. Mendekati fase pra-pupa, biasanya inang akan mati dan parasitoid keluar dari tubuh inang dan berkembang menjadi pupa.

Metode lain yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah secara aman adalah dengan menggunakan perangkap yang dilengkapi atraktan dan insektisida. Atraktan merupakan zat kimia (pada umumnya metil eugenol) yang menarik lalat dewasa untuk datang ke perangkap, yang di dalamnya telah diberi insektisida, sehingga lalat yang masuk perangkap akan mati. Penggunaan perangkap ini aman karena insektisida tidak diaplikasikan pada tanaman/ buah secara langsung, sehingga tanaman/ buah tersebut tidak terkontaminasi insetisida.

Senyawa metil eugenol dapat dibuat secara sederhana dengan memfermentasi produk tanaman seperti cengkeh, selasih, dll. Adapun produk komersialnya juga dapat ditemukan secara mudah dan murah di toko-toko pertanian. Produk komersial tersebut misalnya petrogenol.

Bakteri entomopatogen potensial untuk pengendalian hama secara hayati

Penulis: Sukirno

Laboratorium Entomologi Fakultas Biologi UGM

Kesadaran masyarakat Indonesia akan kebutuhan terhadap bahan makanan yang mengandung residu insektisida dan resiko terjadinya pencemaran yang disebabkan oleh penggunaan insektisida berlebihan masih cukup rendah. Produk bahan makanan seperti sayur, beras, buah, produk daging dan susu yang dihasilkan dari sistem pertanian organik memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk pertanian konvensional. Untuk mendukung budidaya organik berbagai produk agensia pengendalian hama yang aman dan tidak menimbulkan residu telah diluncurkan. Beberapa agensia yang umumnya digunakan dan telah dikomersialkan adalah bakteri entomopatogen, seperti:

  1. Bacillus thuringiensis untuk hama kumbang (Coleoptera), ngengat (Lepidoptera) dan lalat/ nyamuk (Diptera). Produk komersial yang ada di pasaran misalnya Thuricide, Biobit, Dipel, Bactimos, Bactospeine, dll.
  2. Lysinus bacillus sphaericus untuk nyamuk Culex dan Anopheles dengan produk komersial seperti Mospherix dan  Vectolex.

Beberapa spesies bakteri juga masih dalam tahap penelitian lanjut untuk agensia hayati, misalnya:

  1. Clostridium bifermentans (untuk nyamuk dan lalat).
  2. Xenorhabdus and Photorhabdus (sebagai endosimbion nematoda Steinernema dan Heretorhabditis).
  3. Pseudomonas entomophila (untuk beberapa ordo serangga).
  4. Brevibacillus laterosporus (untuk pengendalian kumbang, ngengat, lalat, nyamuk, nematoda dan jamur fitopatogen).
  5. Chromobacterium subtsugae (Hoshino et al., 2011) (untuk Colorado potato beetle (Leptinotarsa decemlineata ), the Western corn rootworm (Diabrotica virgifera), the Southern corn rootworm (Diabrotica undecimpunctata), the small hive beetle (Aethina tumida), ulat kobis (Plutella xylostella), kutu kebul (Bemisia tabaci), dan the Southern green stink bug (Nezara viridula) (Martin et al., 2007).
  6. Yersinia entomophaga (Hurst et al., 2011) (untuk the New Zealand grass grub, Costelytra zealandica).

Bakteri-bakteri ini patogen terhadap serangga karena memproduksi protein yang bersifat racun. Bakteri yang masuk bersama dengan makanan, ketika sampai di usus tengah (pada pH asam) akan melisiskan dinding usus sehingga usus rusak dan hemocoel terinfeksi bakteri. Bakteri ini biasanya membunuh inangnya kurang dari 48 jam seperti insektisida kimia.

Dr. Siti Sumarmi dari Laboratorium Entomologi Fakultas Biologi dan Prof. Sebastian Margino Universitas Gadjah Mada telah mengembangkan fusan bakteri B. thuringiensis var. kurstaki (yang efektif untuk hama Lepidoptera) dengan B. thuringiensis var. israelensis (yang efektif untuk nyamuk). Fusi bakteri ini dikembangkan untuk memperoleh bakteri yang efektif sekaligus untuk dua target ordo serangga yaitu Lepidoptera dan Diptera.

Pustaka

HOSHINO T., 2011.- Violacein and related tryptophan metabolites produced by Chromobacterium violaceum: biosynthetic mechanism and pathway for construction of violacein core. Applied Microbiology and Biotechnology, 91: 1463-1475.

HURST M. R. H., GLARE T. R., JACKSON T. A., RONSON C. W., 2000.- Plasmid-located pathogenicity determinants of Serratia entomophila, the causal agent of amber disease of grass grub, show similarity to the insecticidal toxins of Photorhabdus luminescens. Journal of Bacteriology, 182: 5127-5138.

MARTIN P. A. W., HIROSE E., ALDRICH J. R., 2007a.- Toxicity of Chromobacterium subtsugae to Southern stink bug (Heteroptera: Pentatomidae) and corn rootworm (Coleoptera: Chrysomelidae). Journal of Economic Entomology, 100: 680-684.