Yuuk kita mengenal lalat buah (Bactrocera carambolae) serangga hama pada buah-buahan

Penulis: Sukirno

Laboratorium Entomologi Fakultas Biologi UGM

Lalat buah (Bactrocera carambolae) merupakan salah satu serangga yang berpotensi sebagai hama utama berbagai jenis buah seperti belimbing, jambu-jambuan, mangga, nangka, dll. serta produk pertaniah lain seperti cabe, terung-terungan, dan tomat. Hama serangga ini adalah salah satu serangga yang sulit untuk dikendalikan walaupun dengan menggunakan insektisida. Hal ini dikarenakan fase ulat lalat buah hidup dengan memakan bagian dalam buah sehingga aplikasi insektisida menjadi tidak efektif karena tidak mampu menjangkau keberadaan ulat.

Gambar. Larva lalat buah di dalam buah (Gambar diambil dari www.ipmimages.org)

Metode pengendalian yang dapat digunakan adalah dengan memanfaatkan musuh alami berupa parasitoid, misal Trichogramma spp. Serangga parasitoid mampu menjadi agensia pengendali hama yang efektif karena mempunyai kemampuan mencari inang, dan mampu menginfeksikan telurnya ke tubuh inang, atau meletakkan telur dekat dengan posisi inang, walaupun tersembunyi dalam buah. Telur parasitoid kemudian akan menetas dan tumbuh berkembang dalam tubuh inang hingga fase pra-pupa. Mendekati fase pra-pupa, biasanya inang akan mati dan parasitoid keluar dari tubuh inang dan berkembang menjadi pupa.

Metode lain yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah secara aman adalah dengan menggunakan perangkap yang dilengkapi atraktan dan insektisida. Atraktan merupakan zat kimia (pada umumnya metil eugenol) yang menarik lalat dewasa untuk datang ke perangkap, yang di dalamnya telah diberi insektisida, sehingga lalat yang masuk perangkap akan mati. Penggunaan perangkap ini aman karena insektisida tidak diaplikasikan pada tanaman/ buah secara langsung, sehingga tanaman/ buah tersebut tidak terkontaminasi insetisida.

Senyawa metil eugenol dapat dibuat secara sederhana dengan memfermentasi produk tanaman seperti cengkeh, selasih, dll. Adapun produk komersialnya juga dapat ditemukan secara mudah dan murah di toko-toko pertanian. Produk komersial tersebut misalnya petrogenol.

Bakteri entomopatogen potensial untuk pengendalian hama secara hayati

Penulis: Sukirno

Laboratorium Entomologi Fakultas Biologi UGM

Kesadaran masyarakat Indonesia akan kebutuhan terhadap bahan makanan yang mengandung residu insektisida dan resiko terjadinya pencemaran yang disebabkan oleh penggunaan insektisida berlebihan masih cukup rendah. Produk bahan makanan seperti sayur, beras, buah, produk daging dan susu yang dihasilkan dari sistem pertanian organik memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk pertanian konvensional. Untuk mendukung budidaya organik berbagai produk agensia pengendalian hama yang aman dan tidak menimbulkan residu telah diluncurkan. Beberapa agensia yang umumnya digunakan dan telah dikomersialkan adalah bakteri entomopatogen, seperti:

  1. Bacillus thuringiensis untuk hama kumbang (Coleoptera), ngengat (Lepidoptera) dan lalat/ nyamuk (Diptera). Produk komersial yang ada di pasaran misalnya Thuricide, Biobit, Dipel, Bactimos, Bactospeine, dll.
  2. Lysinus bacillus sphaericus untuk nyamuk Culex dan Anopheles dengan produk komersial seperti Mospherix dan  Vectolex.

Beberapa spesies bakteri juga masih dalam tahap penelitian lanjut untuk agensia hayati, misalnya:

  1. Clostridium bifermentans (untuk nyamuk dan lalat).
  2. Xenorhabdus and Photorhabdus (sebagai endosimbion nematoda Steinernema dan Heretorhabditis).
  3. Pseudomonas entomophila (untuk beberapa ordo serangga).
  4. Brevibacillus laterosporus (untuk pengendalian kumbang, ngengat, lalat, nyamuk, nematoda dan jamur fitopatogen).
  5. Chromobacterium subtsugae (Hoshino et al., 2011) (untuk Colorado potato beetle (Leptinotarsa decemlineata ), the Western corn rootworm (Diabrotica virgifera), the Southern corn rootworm (Diabrotica undecimpunctata), the small hive beetle (Aethina tumida), ulat kobis (Plutella xylostella), kutu kebul (Bemisia tabaci), dan the Southern green stink bug (Nezara viridula) (Martin et al., 2007).
  6. Yersinia entomophaga (Hurst et al., 2011) (untuk the New Zealand grass grub, Costelytra zealandica).

Bakteri-bakteri ini patogen terhadap serangga karena memproduksi protein yang bersifat racun. Bakteri yang masuk bersama dengan makanan, ketika sampai di usus tengah (pada pH asam) akan melisiskan dinding usus sehingga usus rusak dan hemocoel terinfeksi bakteri. Bakteri ini biasanya membunuh inangnya kurang dari 48 jam seperti insektisida kimia.

Dr. Siti Sumarmi dari Laboratorium Entomologi Fakultas Biologi dan Prof. Sebastian Margino Universitas Gadjah Mada telah mengembangkan fusan bakteri B. thuringiensis var. kurstaki (yang efektif untuk hama Lepidoptera) dengan B. thuringiensis var. israelensis (yang efektif untuk nyamuk). Fusi bakteri ini dikembangkan untuk memperoleh bakteri yang efektif sekaligus untuk dua target ordo serangga yaitu Lepidoptera dan Diptera.

Pustaka

HOSHINO T., 2011.- Violacein and related tryptophan metabolites produced by Chromobacterium violaceum: biosynthetic mechanism and pathway for construction of violacein core. Applied Microbiology and Biotechnology, 91: 1463-1475.

HURST M. R. H., GLARE T. R., JACKSON T. A., RONSON C. W., 2000.- Plasmid-located pathogenicity determinants of Serratia entomophila, the causal agent of amber disease of grass grub, show similarity to the insecticidal toxins of Photorhabdus luminescens. Journal of Bacteriology, 182: 5127-5138.

MARTIN P. A. W., HIROSE E., ALDRICH J. R., 2007a.- Toxicity of Chromobacterium subtsugae to Southern stink bug (Heteroptera: Pentatomidae) and corn rootworm (Coleoptera: Chrysomelidae). Journal of Economic Entomology, 100: 680-684.